Latest News

.

.

Jumat, 23 September 2016

Solomon dan Nauru tekan Pemerintah Indonesia di dalam pertemuan Dewan HAM PBB

Octovianus Mote, Sekjend ULMWP (kiri) dan Perdana Menteri Tonga, ʻAkilisi Pōhiva, di ruangan sidang Majelis Umum PBB, Kamis (22/9/2016) - IST

Jayapura, Jubi – Pemerintah Solomon dan Nauru menekankan keprihatinan mereka terhadap situasi hak azasi manusia di West Papua kepada negara-negara yang hadir dalam pertemuan Dewan HAM PBB Senin (19/9) di Jenewa, dan Majelis Umum PBB di New York Kamis (22/9).
Pemerintah Solomon yang diwakili oleh Barret Salato, Senin (19/9) sekali lagi menegaskan sikapnya kepada Pemerintah Indonesia agar bekerja sama dengan Dewan HAM PBB untuk mengizinkan Pelapor Khusus PBB terkait Kebebasan Berekspresi berkunjung ke Provinsi Papua dan Papua Barat.
Hal itu dikemukakan Dewan Menteri untuk Misi Kepulauan Solomon di Jenewa, Swiss, di pembukaan Sidang Dewan HAM PBB ke-33 di Jenewa Senin lalu, demikian dilansir Pacific Islands News Association-PINA (20/9). Dewan HAM PBB, hingga 31 Desember 2016, beranggotakan 48 negara, termasuk Indonesia, Tiongkok, Vietnam, Perancis, Belanda, Jerman, Inggris, Kuba, Bolivia, Venezuela, Kenya dan Ghana.
Salato menggarisbawahi kecenderungan mengkhawatirkan dari Negara-Negara Anggota (PBB) yang menolak pengawasan HAM oleh lembaga PBB itu.
“Yang lebih menganggu lagi, nyatanya beberapa negara demokrasi besar yang mengaku menegakkan nilai-nilai HAM universal tapi menghindari pengawasan praktek HAM di dalam negeri mereka dengan menutupi praktek pelanggaran HAM-nya dibelakang jargon non intervensi atas urusan kedaulatan negara,” ujarnya.
Kepulauan Solomon memandang perlindungan HAM semua masyarakat membutuhkan tanggungjawab kolektif untuk mengambil sikap tegas mengutuk pelanggaran HAM yang terjadi.
Dalam konteks inilah, lanjut dia, Kepulauan Solomon tetap konsisten mengangkat pelanggaran HAM di West Papua dan terus menuntut investigasi independen untuk memverifikasi laporan pelanggaran HAM yang semakin banyak datang dari West Papua.
Dua hari setelahnya, di benua yang berbeda, Kamis (22/9/2016), Baron Divavesi Waqa, Presiden Republik Nauru di hadapan 193 negara-negara anggota Majelis Umum PBB di markas besar PBB New York, juga menegaskan keprihatinannya atas situasi hak azasi manusia di West Papua.
“Nauru juga sangat prihatin atas situasi yang terjadi di West Papua, termasuk pelanggaran HAM seperti yang ditekankan oleh hasil komunike Pacific Islands Forum (PIF), bahwa penting segera ada dialog terbuka dan konstruktif  dengan Indonesia terkait situasi ini,” ujarnya dalam pidato di sesi debat umum Kamis waktu setempat.
Tampak hadir di ruangan sidang Majelis Umum PBB tersebut, Sekretaris Jenderal ULMWP, Octovianus Mote, berdiri di samping Perdana Menteri Tonga, ʻAkilisi Pōhiva, yang juga akan angkat bicara soal issu West Papua dalam pidato kenegaraannya di tempat yang sama.
Menurut sumber Jubi dari New York, negara-negara Pasifik di PICWP sudah siap mengangkat masalah West Papua dalam pidato mereka di sidang tersebut. Dikabarkan bahwa Menlu Kepulauan Solomon, Hon Milner Tozaka, sempat dilobi pemerintah Indonesia untuk tidak mengangkat masalah West Papua, tetapi Tozaka menolak, dan mengatakan tidak mungkin negaranya tidak mengangkat masalah West Papua tersebut di Sidang Umum PBB.
Sementara Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, akan menyampaikan pidato pada Sesi Debat Umum 23 September pukul 5PM waktu setempat. “Isu West Papua adalah salah satu yang akan diangkat,” demikian rilis dari kantor berita perdana menteri (16/9) lalu.
Kepulauan Solomon bersama Nauru dan Tonga adalah negara yang saat ini sudah tergabung ke dalam Pacific Islands Coalition for West Papua (PICWP).(*)

Sumber : http://tabloidjubi.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.

.

Populer

BERITA