Timika
sebuah Daerah yang luas dan kaya akan Sumber Daya Alamnya. Kekayaan ini membuat
sekian ribu suku berbondong - bondong datang untuk mencari uang demi hidup Mereka. Misalnya
orang Bugis Makasar datang untuk berdagang menyerap sebanyak mungkin uang yang
di caikan PTFI buat kontraktor dan Karyawan. Demikian juga orang Toraja,selain datang
ke timika untuk Usaha dan berdagang, mereka
juga berusaha merebut posisi di Pemerin tahan Daerah dan Freeport. Orang Menado selain menguasai
Bisnis hiburan yaitu Bar dan Kafe juga mayoritas mereka bekerja di PTFI.
Sedangkan orang Jawa selain sebagai Transmigrasi,mayoritas mereka bekerja di
PTFI dan Pedagang osongan. Sedangkan Orang Sumatera,hampir sama dengan Toraja selain
sebagai Pengusaha,mereka berusaha menguasai Pemerintah dan PTFI. Sedangkan
orang Key mayoritas sebagai Pendulang dan pengangguran di Timika.
Orang Papua dari gunung yang paling banyak merantau di daerahnya Orang Amungme dan Kamoro
ini adalah , Suku Dani dan Mee dan di ikuti oleh Moni dan Damal. Sedangkan
Orang Papua Pesisir yang banyak merantau ke Timika adalah;dari Suku Sentani dan
Biak lalu di ikuti suku lainnya.
Istilah
Perang Suku, sebenarnya sebuah Istilah yang di Populerkan oleh Media Indonesia untuk
menciptakan opini politik ke publik bahwa orang Papua itu
masih Primitif dan identik dengan kekerasan. Dan istilah ini populer pada tahun 2006. Saat
itu terjadi Konflik antara gabungan suku Dani Sinak,Gome dan Damal di Ilaga Vs
Dani, Damal juga dari wilayah sekitar. Yang dalam konflik ini
kubuh bawah di pimpin oleh Yacobus Kogoya dan Kubuh atas Negro Kogoya serta
kubuh tengah di pimpin oleh Elminus Mom SE(Ketua DPRD Mimika Sekarang). Yang
sebenarnya perang ini adalah perang
Kolaborasi antar sesama suku dalam keluarga. Karena dalam perang
demikian biasanya bila dalam satu keluarga Mama Dani dan Bapak Damal, ada beberapa
anak laki –laki ,maka mereka akan membagi orang bergabung berperang. Dimana ada
beberapa orang yang bergabung dengan kelompok
om atau pamannya, dan ada sebagian yang gabung dengan kubuh bapaknya.Sehingga yang
terjadi itu bukan perang Suku tetapi konflik dalam keluarga.
Istilah
Perang Suku di Timika ini mulai populer pada
tahun 2006 pasca kerusuhan warga terhadap PTFI
tahun 1996, yang di akibatkan oleh ketidak adilan yang dilakukan PTFI terhadap
orang Asli Papua kususnya terhadap orang Amungme melalui militer dan kebijakan
PTFI yang menyingkirkan mereka dari
tanah leluhur mereka.Sehingga tujuh suku membalas ketidak adilan yang terjadi sekitar
30 tahun ini dengan melakukan pengrusakan PTFI.
Biasanya,setiap
konflik di timika yang terjadi antara suku - suku di gunung media menamakannya
dengan istilah perang Suku. Padahal
pada tanggal 24 – 30 Mei 2016 terjadi konflik antara
Suku Toraja dengan Key, dari tanggal 1 – 6 Maret 2016 terjadi konflik antara Key
dengan Madura, Dani Vs Ambon
tanggal 12 – 17 Agustus 2014, Media tidak menyebutnya sebagai Perang
Suku. Padahal mereka berperang juga menggunakan
atribut adat mereka. Kemudian waktu Key
lawan Suku Dani sekitar 1 minggu tahun 2010 di Bendungan timika akibat perselingkuhan, media juga tidak menyebutnya dengan kata
Perang Suku. Padahal suku - suku ini juga berperang
dengan menggunakan atribut adat Mereka. Jadi
Istilah Perang Suku adalah Kalimat Politik untuk menyatakan orang gunung dan
Papua masih primitif.
Di dalam
kasus pengrusakan terhadap PTFI 1996, PTFI mengalami kerugian yang besar. Dan karena mengalami kerugian yang
sangat besar, PTFI melihat ada beberapa pihak sebagai ancaman dia. Misalnya
TPN/OPM dengan Kelly Kwalik, kemudian Lemasa dan Lemasko yang hingga kini ganta ganti pengurus sesauai harapan PTFI,Tujuh
Suku dan AMPTPI dengan Ketuanya Hans Magal sehingga Hans
di hentikan beasiswa oleh LPMAK.
Padahal
bila kita amati kerusuhan perusakan PTFI pada tahun
1996 ini, dapat di katakan bahwa konflik
ini di skenario sendiri
oleh pasukan Khusus Indonesia (Kopasus). Karena saat aksi pengrusakan berlangsung,
beberapa anggota Kopasus menggunakan Koteka yaitu atribut adat papua menyusup
masuk gabung dalam masa aksi dengan duluan mereka yang bakar obyek vital ini
untuk memberi contoh kepada warga setempat. Sehingga
ini bias menjadi contoh, bila ada konflik
belakangan ini, dapat kami katakan, apakah Aksi - aksi perang belakangan ini
juga lahir dari penyusupan kelompok ini?, termasuk mogok karyawan PTFI belakangan?.
Kemudian apakah isu perpanjangan Kontrak Karya, kepemilikan Saham PTFI dan perebutan Presiden
PTFI juga di boncengi kelompok ini? Perlu di Jawab. Karena Pemerintah baik
pusat dan daerah telah membiarkan dan memanfaatkan konflik – konflik lokal
ini untuk berbagai kepentingan mereka. Dimana elit Politik
di Jakarta untuk memintah bagian dari PTFI dengan menawarkan keamanan dengan memanfaatkan kewenangan yang negara
berikan. Bahkan ada sekelompok elit Indonesia berusaha untuk mengusir
PTFI keluar dari Indonesia dengan mengeluarkan
kebijakan - kebijakan yang mengganggu aktifitas
usaha ini. Sementara PTFI terlihat memanfaatkan jasa Pemerintah daerah di
Timika dan TNI/Polisi menjaga aset ini agar tidak
terganggu oleh kelompok warga.Jadi disini terlihat lawan Freeport bukan hanya
Warga lokal, AMPTPI,Lemasa,Lemasko tetapi juga elit elit politik di Jakarta
yang memintah bagian.
Untuk
menghadapi masyarakat lokal, tahap pertama yang harus di lakukan oleh PTFI
adalah meluncurkan program
untuk meretakan solidaritas tujuh suku mulai 1996 pasca kerugian PTFI hingga
2005.Dengan Program ini,terlihat keretakan semakin jelas, dia mulai masuk untuk
mengahancurkan tujuh suku. Sedangkan untuk menghancurkan
solidaritas tujuh suku yang dianggapnya telah menjadi ancaman
buat PTFI mulai 2005 hingga
tahun 2016 ini berusaha menciptakan dan memelihar konflik suku ini
dengan baik.
Langka - langka
yang di lakukan untuk menghancurkan tujuh suku adalah, membuang dana satu persen di tengah tujuh suku
sehingga suku - suku ini berantam saling berebutan dana yang tidak jelas besarnya ini. Hasil dari dana yang di berikan tanpa
aturan ini membuat solidaritas tujuh suku mulai di retakan dengan pembagian porsi
dana yang tidak merata sehingga mereka mulai saling curiga.
Sedangkan
untuk menghadapi TPN/OPM selain dia memperbanyak Pasukan dan markas TNI di
dalam kota Timika, di sepanjang areal kerja dia perbanyak Pos pengamanan. Dan
kelihatanya program ini di sambut baik Mabes TNI dan Polisi.
Selain PTFI juga menerima karyawan Militer untuk bekerja
sebagai Informan atau agen dalam aktifitas karyawan di luar ribuan militer yang menjaga keamanan secara terbuka. Para
Informan dan Agen ini di terima sebagai karyawan PTFI, ada yang melalui
prosedur penerimaan,ada juga di luar prosedur.Sehingga pintu masuk untuk
bekerja di areal kerja PTFI banyak sekali dan sukar di kontrol. Dan mayoritas
dari mereka ini di kerjakan dengan cara
di nyusupkan dalam areal kerja dan mereka beraktifitas sebagaimana biasanya
berbaur dengan karyawan lain. Dengan harapan memantau setiap aktifitas karyawan
dan aktifitas TPN/OPM,dan bila ada kesempatan menghabisi semua anggota TPN/OPM
termasuk membiayai Densus 88 untuk membunuh
Kelly Kwalik tahun 2009.
Untuk
melemakan TPN/OPM, Kelly Kwalik menjadi target dengan cara PTFI sepertinya membayar Kapolri
melakukan operasi intelejen dengan
memanfaatkan peralatan canggih dari Australia yang di
berikan kepada Densus 88 dengan memanfaatkan pembunuhan Drew Nicolas Grand tanggal 11 Juli 2009 di
Mile - 53 Tembagapura dengan membuang tuduhan pembunuhan ke TPN/OPM. Selain memintah intelejen melakukan
aksinya mulai dari
mencari tahu simpatisan Kelly Kwalik oleh Informan, menyewa wartawan untuk memastikan wajah dan suara Kelly Kwalik dan
memastikan tempat tinggal Kelly di kota
melalui agen dan Informan.
Tidak sampai disitu. Mereka juga menciptakan dan
memelihara konflik
antar suku - suku di gunung untuk hidup dalam saling curiga dan saling tidak
percaya dengan harapan memanfaatkan
situasi itu untuk operasi mereka. Selain operasi ini dibuat untuk mengantisipasi
konflik yang akan terjadi pasca pembunuhan Kelly Kwalik.
Methode yang
di mainkan militer untuk menciptakan konflik di kalangan suku suku ini, bila kita amati dengan seksama, awalnya mereka biasa mendekati
sasaran, kemudian menyusup masuk dalam suku, lalu melepaskan
thema - thma propaganda dan pada puncaknya mereka menghasut warga untuk mereka beradu. Kinerja
demikian ini terlihat gencar di lakukan selama 5 tahun lebih dan mereka
memelihara Konflik ini pasca kerusuhan PT.FI 1996.
Dampak
dari kinerja intelejen yang melahirkan Konflik antar suku dan keluarga ini telah membuat Solidaritas antar suku pecah
dan mereka hidup tercerai berai. Dimana dari hidup bersama di Kwamki Lama sebagai
basis kekuatan seperti sebelum kerusuhan 1996 ini hilang. Orang Mee pindah ke
Timika Kota 2006, dan Orang Amungme ke SP.V dan VI serta
orang Nduga ke Kilometer XI tahun 2007, serta
Dani ke Ililae SP III Timika. Sehingga dalam keseharian, mereka hidup sendiri -
sendiri di luar solidaritas sebagai sama - sama orang gunung.
Terciptanya
hidup tercerai - berai ini disini, menjadi harapan PTFI dalam rangka menghancurkan Solidaritas tujuh
suku yang di anggapnya mempunyai potensi mengganggu atau membuat konflik serupa
di kemudian hari sebagaimana 1996. Dan mereka masih terus menjaga dan
memelihara ini melalui Polisi dan TNI yang
di beri kepercayaan oleh negara untuk menjaga keamanan dan pemerintah memfasilitasi
kinerja ini berjalan mulus..
Jadi
bila terjadi konflik seperti sekarang di timika,mereka pasti hanya akan menonton
orang Papua yang saling serang dan saling bantai antar sesama dengan atribut
adat yang media menyebutnya Perang Suku. Padahal bila kita bandingkan
dengan aksi tuntutan Papua merdeka secara damai yang
di lakukan orang Papua,sekitar seribuan
TNI/Polisi dari semua kesatuan di turunkan sekejap saja untuk siap melakukan
eksekusi penangkapan, penyiksaan bahkan siap menembak mati orang Papua. Walau
aksi damai ini berangsung sekitar 1 jam
saja dan penuh damai.
Semua
orang harus bandingkan dengan konflik suku di timika yang selalu memakan
belasan korban dan memakan waktu yang lama.Namun tidak ada tindakan apa - apa
dari Polisi dan TNI sama sekali. Malah
mereka yang di tugaskan untuk megamankan perang ini,ke TKP bukan untuk mengamankan
konflik yang terjadi,namun mereka hanya menonton dan merekam aksi kekerasan
yang di peragakan oleh pihak yang bertikai dengan Hendphone atau kamera sebagai Dokumentasi buat anak istri
mereka di rumah lihat dan nonton.
Media selalu
melihat Konflik keluarga ini sebagai Perang Suku hanya karena mereka yang
berkonflik ini menghiasi badan dengan arang dan tanah di badan dan menggunakan
busur dan Panah sebagai atribut adat. Sehingga media menyebarkan thema
propaganda bahwa konflik atau tawuran tersebut sebagai Perang Suku dengan
harapan korannya laku dan semua yang membaca korannya menyebut orang Papua Primitif dengan
melupakan bahwa konflik ini terjadi karena telah di skenario PTFI melalui TNI/Polisi dan
Pemerintah.
Kalau betul
Polisi tunduk dan menghargai hukum, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP)
telah mengaturnya sehingga pihak bertikai harus di tindak. Dimana seseorang bisa di tangkap Polisi walau aksinya hanya dalam
tahap niat saja. Namun yang terjadi di Timika, sebenarnya terduga telah
memenuhi unsur - unsur tindak Pidana percobaan, namun Polisi membiarkan warga
membawa anak Panah dan saling serang di
depan Mereka. Padahal tindakan mereka ini sudah memenuhi unsur hukum pidana dimana
telah ada Niat, sudah ada permulaan
Pelaksanaan, Konflik telah melebar dan telah jatuh Korban. Sehingga tidak dibenarkan
untuk Pihak kepolisian melakukan penanganan konflik demikian secara Prefentif
dan harus melakukan tindakan represif sesuai Undang - undang Kepolisian.
Sehingga dengan pembiaran yang di lakukan TNI/Polisi dan Pemerintah
terhadap Konflik yang memakan bulan ini telah menunjukan,sengaja di biarkan
karena ada kepentingan tertentu yaitu penghancuran solidaritas orang Papua yang
menjadi ancaman kepada PTFI dan negara.
Belakangan
ada stingma oleh pihak TNI/polisi dan Pemerintah daerah Mimika kepada KNPB
bahwa mereka yang menskenario konflik ini. Sebenar nya upaya ini sendiri adalah
strategi dari pihak Pemerintah yang telah gagal membangun Mimika dan untuk
menutupi keterlibatannya dalam konflik ini.Sehingga tuduhan ini dapat di
katakan mengalikan perhatian dan menutupi konflik yang masih
berjalan. Bahkan tuduhan kepada KNPB ini dalam rangka menutupi diri mereka yang
telah gagal dan mendapat kritikan dari publik mengenai konflik suku di Kwamki
lama.
Tuduhan
kepada KNPB ini bagaian dari ungkapan rasa takut PTFI, TNI/ Polisi dan negara serta
Pemerintah Daerah karena mereka telah
membangun Solidaritas Warga Asli kembali
dengan cara - cara damai. Sehingga keberhasilan KNPB ini di lihat sebagai
ancaman kepada PTFI dan negara. Karena sudah melihatnya sebagai ancaman, mereka
mulai menghancurkan lembaga ini di dahului dengan pembentukan opini bahwa KNPB adalah lembaga kekerasan. Sehingga
tuduhan KNPB ini sudah bagian dari operasi mereka sebelum mengambil tindakan
represi.
Jadi
tuduhan itu,mereka sedang menggiring pikiran publik baik di timika maupun di
luar timika bahwa KNPB adalah lembaga kekerasan. Padahal bila kita lihat dari
dekat, lembaga ini telah mulai membangun solidaritas dengan menghindari kekerasan. Sebelum menggiring opini publik
sebenarnya operasi kepada KNPB sudah berlangsung lama.Dimana KNPB di isolasi TNI/Polisi dan Pemerintah daerah dengan
operasinya tidak memberikan Ijin melakukan aksi - aksi damai, dan pemerintah kabupaten
Mimika menutup semua ruang yang bisa di
gunakan KNPB untuk aksi.
Pada
tahun 2007 sesuai LKPJ Bupati terbaca, saat perang di Kwamki lama antara Kubuh
Bawah yang di Pimpin Yohanes Kogoya dan Kubuh atas yang di Pimpin Elminus Mom
(Ketua DPRD sekarang), pemerintah Daerah melalui Klement Tinal (wakil gubernur
sekarang) memberikan uang sekitar 500 juta kepada Pihak Kemanan dengan alasan agar
TNI/polisi dapat menyelesaikan Konflik ini. Padahal tindakan Pemerintah daerah ini
hanya untuk menutupi skenario besar mereka dari publik yaitu keterlibatannya
dalam rangka memecah solidaritas 7 suku untuk PTFI. Dan mayoritas DPRD yang
tidak mengerti tentang kinerja ini beranggapan bahwa uang itu akan
menyelesaikan masalah konflik Kwamki Lama. Padahal di balik keyakinan mereka,
bantuaan itu hanya sebagai tameng atau skenario menutupi operasi yang lagi di
lakukan. Walaupun kinerja mereka rapi, namun di lain sisi operasi mereka
terbongkar dengan malam hari ada suplay
bahan Makanan buat mereka yang bertikai oleh pihak Pemda. Bahkan publik heran
karena, uang dalam jumlah besar telah di berikan namun konflik di Kwamki lama belum
juga selesai,sehingga terus menimbukan
korban yang banyak.Dan bantuan makan - minum ini sama dengan yang terjadi dalam konflik Djayanti
dan Konflik lainnya.
Sebelum
pembunuhan Tuan Kelly Kwalik, juga terjadi konflik demikian. Dimana
awalnya mereka menciptakan Konflik
antara suku Dani Damal VS Damal Amungme. Dan terakhir mereka mengadu
orang Biak dengan orang Mee dan Polisi membekap konflik antara suku Mee dan
Amungme di Irigasi timika. Dan saat suku - suku ini hidup saling bermusuhan,satu
sama lainnya mereka membunuh Kelly Kwalik. Dan untuk mengamankan operasi
pembunuhan ini, Pasca kematian Kelly Kwalik Intelejen sebarkan isu propaganda bahwa yang bunuh Kelly Kwalik
adalah orang Amungme sendiri kepada orang Dani dan Mee untuk menahan laju
protes mereka.
Cerita
ini sama dengan konflik antara Suku Moni,Amungme dan sebagian orang Mee yang
berkonflik lawan orang Dani,Damal di
Djayanti Timika. Dalam kasus ini areal Konflik yang ada di pinggir hutan
sehingga Polisi mengisolasi mereka di dalam areal perang dari pandangan
perhatian umum dengan menjaga mata jalan masuk agar tidak di masuki media.
Padahal selama sekitar 5 bulan lebih mereka
saling aduh dan saling membunuh publik
tidak mengetahuinya .Yang aneh dari konflik - konflik ini,bila ada hari besar
nasional mereka menghentikan perangnya untuk mengenang hari besar itu.Misalnya
dalam konflik Djayanti menjelang perayaan 17 Agustus kedua kubuh hentikan
perang sejenak dan setelahnya,perang kembali berlangsung.Begitu juga konflik di
Kwamki lama.
Konflik
di Kwamki lama 2007 awalnya,kubuh tengah yang di pimpin Elminus Mom SE (
sekarang ketua DPRD) memintah agar orang Mee tempel kertas bertuliskan;”rumah ini
milik orang Mee” di depan pintu rumah mereka dengan alasan pihak yang
berkonflik yaitu suku Dani dan Damal ini bisa membedakan mana rumah orang Dani
dan mana rumah orang suku lain.
Belakangan
ide ini hanya sebuah strategi dari penyusup saja untuk melebarkan konflik ke
suku lain. Karena orang Mee walau telah
menempel kertas pemberitahuan sebagaimana anjuran bahwa rumah ini milik orang
Mee di Pintu masuk rumah, namun pihak yang berkonflik masih juga membunuh 2 orang Mee .
Kondisi
perang di tahun 2007 ini sama dengan perang kali ini.Perang kali ini,di awali
dengan tertabraknya seorang pemuda dari keluarga Hosea
Onggomang dan
kubuh atas menuduh kubuh bawah yang sengaja melakukan penabrakan. Padahal kasus
ini oleh kedua kubuh telah di bawah ke pihak kepolisian dan di upayakan damai
sekitar 2 bulan dan tidak berhenti maka terjadi saling serang antar keluarga
Hosea Onggomng dan
Altinus Komagal.Kubuh Altimus Komagal lebih marah lagi dengan kematian anak
perempuanya yang setelah di bunuh di buang di kantor DPRD baru Jl.Cendrawasih
Timika sehingga terjadi saling serang antar mereka.
Dalam
kasus ini, cara polisi mengadu mereka adalah dengan cara mempengaruhi psikologi
pihak Hosea Onggomang dengan methode; pihak Polisi dan TNI hanya
menonton konflik yang terjadi dengan memarkir semua personil dan mobil Dinas di
depan rumah Atimus Komangal. Dengan akifitas TNI/ polisi yang secara Visual publik
melihatnya sebagai tindakan menjaga keamanan ini, hanya melakuan foto- Foto dan
merekam Vidio sebagai dokumentasi pribadi mereka.
Disini, Pemarkiran
kendaraan Dinas TNI/polisi dan pasukan
di kubuh Atimus Komagal itu secara Psikologi telah membuat Kubuh Hosea marah
kepada pihak Keamanan.Karena dengan logika mereka,tindakan TNI/Polisi ini di
anggap memihak Atimus Komangal. Bahkan isu yang muncul di kubuh atas, Kendaraan
Dinas TNI/Polisi dan pasukan di parkir semua di Kubuhnya Atimus Komangal karena
Atimus telah membayar TNI/Polisi 500
Juta, sehingga himbauan damai dari semua
pihak tidak akan di terima oleh kubuh Hosea. Jadi penyusup melepaskan thema”
Atimus komangal telah membayar TNI/polisi degan uang 500 juta ini saat
TNI/Polisi menumpuk pasukan dan Mobil Dinas mereka selama 1 bulan di kubuh
Atimus Komangal.Sehingga tindakan TNI/Polisi di kubuh Atimus ini memberi
keyakinan akan opini yang di lepaskan penyusup
Logika dari
kubuh Hosea ini benar,karena yang seharusnya di buat Polisi adalah bertindak netral tanpa memihak
ke kubuh Atimus Komangal atau kubuh Hosea.Namun yang harus di ketahui Hosea
adalah,ini bukan menjaga keamanan tetapi ini perang Psikologi kepda mereka agar
konflik jalan terus untuk menghancurkan solidaritas mereka yang telah menjadi
ancaman buat PTFI. Bahkan masyarakat sipil lain yang tidak terlibat
Konflik,melihat kehadiran pihak Polisi/TNI di lokasi perang ini sebagai
tindakan pengamanan. Padahal bila kita lihat dari dekat kehadiran mereka ini sedang
membuat perang psikologi sekaligus menutupi operasi rahasia mereka.
Dalam Konflik ini terlihat ada pembiaraan oleh
Polisi. Karenaa mereka juga tidak
mengembangkan beberapa methode pilihan untuk menghentikan konflik ini. Selain
mereka berharap agar konflik selesai di luar tanggung Jawabnya. Seakan polisi
hanya memiliki methode kekerasan yaitu menembak
pihak yang saling serang. Buktinya, terakhir
Kapolres menembak Domin dan Hosea Onggomang saat
warga masuk menyerang kubuh Atimus di depan mereka untuk melahirkan sok terapi
buat para penyerang.
Ada
methode lain yang di pakai kepolisian untuk menjawab tuntutan publik untuk
polisi bisa segera hentikan perang. Yaitu Pimpinan perang di tangkap. Dan
untuk meyakinkan publik,betul pokok atau pimpinan perang di tangkap. Dan itu di
ekspos secara besar - besaran dan di baca publik sebagai upaya Polisi yang luar
biasa. Namun setelah di tangkap dan di tahan 1 minggu, mereka di bebaskan lagi
dengan alasan tidak cukup bukti. Padahal setelah kami cek kepada mereka yang di
bebaskan, keluarga datang membayar pihak kepolisian sejumlah uang sehingga
dengan alasan tidak cukup barang bukti mereka di pulangkan ke rumah secara
rahasia tanpa di ketahui publik. Pembebasan mereka ini dalam strategi militer
adalah; Bimbingan Asuh dimana suatu klak mereka akan di pakai lagi sebagai alat
untuk menciptakan konflik dan memelihara konflik kepentingan mereka tadi dalam
rangka tidak boleh ada solidaritas lagi di timika karena itu ancaman buat Bos
besar PTFI.
Biasanya agar Polisi
terkesan memelihara keamanan,Polisi tipu - tipu menangkap pokok perang dan di
beritakan di Media secara luas di baca. Kunjungan kapolres dan Kapolda ke
lokasi perang juga di ekspos besar besaran ke publik dan di beritakan di berbagai
media sebagai upaya mengamankan perang. Sehingga Publik yakin masalah ini akan
cepat selesai. Nyatanya tidak demikian.Kehadiran mereka adalah bagian dari
operasi menutupi konflik yang masih berlangsung tanpa berbuat apa - apa.
Selain
itu Polisi juga menerapkan sebuah methode untuk untuk meyakinkan pihak pihak yang akan malakukan
monitoring ke Kwamki Lama, bahwa ada penanganan masalah. Dimana pihak Kepolisin
membuat Pos keamanan di pintu masuk Kwamki Narama dan di jalan keluar kwamki
lama dan di ekspos besar besaran ke publik supaya terkesan ada upaya penangan
konflik. Kemudian di tengahnya ada kantor Polsek Kwamki. Membaca berita
ini,publik senang karena ada penangana
dari pihak kepolisian. Padahal Pos – pos ini hanya di tempati Polisi satu
minggu awal saja, dan selanjutnya pos kecil yang di bangun dengan Uang rakyat
ini di biarkan begitu saja. Sehingga Pos
Polisi ini sekarang di pakai warga sebagai tempat tinggal warga.
Belakangan pihak Pemerintah membangun
kantor Camat dan Polsek di Kwamki Narama, namun karena jarang ada aktifitas di
lokasi ini malah halaman lokasi kantor kantor ini menjadi tempat perang warga.Polisi
menonton tindakan warga tanpa berbuat sesuatu.
Konflik
kemarin bermula dari seorang Perempuan muda bernama Elis ke kali biru di
belakang Kwamki. Saat itu,sekitar 6 orang laki – laki perkosa anak perempuan
itu hingga jatuh sakit dan di bawah ke rumah sakit namun tidak tertolong dan
meninggal dunia. Sebelum meninggal keluarga tanya penyebab kesakitannya,dan
anak perempuan ini menjelaskan bahwa dia sakit karena di perkosa 6 laki laki
dari kubuh bawah. Lewat kejadian itu,kubuh atas umpan seorang laki - laki dari
kubuh bawah di antaranya Jecson Komangal dengan perempuan
lain lagi. Dan kedua laki - laki bersama perempuan ke Kali Biru, dan sementara
bersama perempuan ini, kedua laki laki di panah kubuh atas hingga Jacson Komangal mati dalam kali tanggal 11 Mei
2016.
Mulai saat itu, terjadi saling serang antar mereka.Puncaknya kubuh bawah membunuh Korinus Kulla tanggal 3 Juni 2016 dan perang di nyatakan sama sehingga mereka mulai
masuk tahap perdamaian untuk perang mau di hentikan. Dalam situasi itu, Pemerintah
mengganti Kepala Puskemas Kwamki Narama dari Marthina Magai ke Ibu Emmy Kogoya.
Pergantian kedua pimpinan Puskesmas ini sedikit
mendapat penolakan warga termasuk mereka yang bertikai. Lebih lebih orang yang mengelu pelayanan di Puskesma Kwamki Lama selama
perang adalah,Ketua DPRD Mimika Elminus Mom dan Yohanes Magai.
Malam
sekitar tanggal 1 Juli 2016 ada pihak tertentu membunuh orang
Dani bernama Genius Kogoya dengan menancapkan
sekitar 20 anak panah. Semua mencurigai kedua kubuh yang
bertikai.Namun kedua kubuh yang berperang katakan mereka tidak bertanggung
jawab dengan korban, sehingga membuat Suku Dani termasuk warga dari Tolikara,
Tiom Lani Jaya hingga Piramit Wamena marah. Mereka siap perang. Sementara
berjaga - jaga, tanggal 24 Juli
2016 Petrus Beanal
dan Thomas Kum lewat
dan mereka membakar Mobilnya karena di minta turunkan kaca mobil, dia tidak mau
turunkan kaca mobil dan menganiyaya korban dan korban lari
menyelamatkan diri dalam keadaan luka. Malamnya tanggal 25 Juli 2016 sekitar Pukul,04,00 WIT orang Amungme
menyerang kompleks Iliale di Timika sehingga membuat warga mengungsi ke Gereja
dengan mereka membakar rumah.
Sumber: FB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar